Minggu, 27 Oktober 2013

1.     
Pengertian
PONED (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar) merupakan pelayanan untuk menggulangi kasus-kasus kegawatdaruratan obstetric neonatal yang meliputi segi :
·               Pelayanan obstetric : pemberian oksitosin parenteral, antibiotika perenteral dan sedative perenteral, pengeluaran plasenta manual/kuret serta pertolongan persalinan menggunakan vakum ekstraksi/forcep ekstraksi.
·               Pelayanan neonatal : resusitasi untuk bayi asfiksia, pemberian antibiotika parenteral, pemberian antikonvulsan parenteral, pemberian bic-nat intraumbilical/Phenobarbital untuk mengatasi ikterus, pelaksanaan thermal control untuk mencegah hipotermia dan penganggulangan gangguan pemberian nutrisi

PONED dilaksanakan di tingkat puskesmas, dan menerima rujukan dari tenaga atu fasilitas kesehatan di tingkat desa atau masyarakat dan merujuk ke rumah sakit.

PPGDON (Pertolongan Pertama pada kegawatdaruratan obstetric dan neonatal).
Kegiatannya adalah menyelamatkan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal dengan memberikan pertolongan pertama serta mempersiapkan rujukan. PPGDON dilaksanakan oleh tenaga atau fasilitas kesehatan di tingkat desa dan sesuia dengan kebutuhan dapat merujuk ke puskesmas mampu PONED atau rumah sakit.

PONEK  (Pelayanan obstetric dan neonatal emergensi komprehensif)
Kegiatannya disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS kabupaten/kota untuk aspek obstetric , ditambah dengan melakukan transfusi dan bedah sesar. Sedangkan untuk aspek neonatus ditambah dengan kegiatan PONEK  (Pelayanan obstetric dan neonatal emergensi komprehensif)
Kegiatannya disamping mampu melaksanakan seluruh pelayanan PONED, di RS kabupaten/kota untuk aspek obstetric , ditambah dengan melakukan transfusi dan bedah sesar. Sedangkan untuk aspek neonatus ditambah dengan kegiatan (tidak berarti perlu NICU) setiap saat. PONEK dilaksanakan di RS kabupaten/kota dan menerima rujukan dari oleh tenaga atau fasilitas kesehatan di tingkat desa dan masyarakat atau rumah sakit.

2.      Kebijaksanaan
         Ketersediaan pelayanan kegawatdaruratan untuk ibu hamil beserta janinnya sangat menentukan kelangsungan hidup ibu dan bayi baru lahir. Misalnya, perdarahan sebagai sebab kematian langsung terbesar dari ibu bersalin perlu mendapat tindakan dalam waktu kurang dari 2 jam, dengan demikian keberadaan puskesmas mampu PONED menjadi sangat strategis.

3.      Kriteria
Puskesmas mampu PONED yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan obstetric dan neonatal di Kabupaten/ Kota sangat spesifik daerah, namun untuk menjamin kualitas, perlu ditetapkan beberapa criteria pengembangan :
1.      Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan. Diutamakan puskesmas dengan tempat perawatan/ puskesmas dengan ruang rawat inap.
2.      Puskesmas sudah berfungsi/ menolong persalinan.
3.      Mempunyai fungsi sebagai sub senter rujukan
·         Melayani sekitar 50.000 – 100.000 penduduk yang tercakup oleh puskesmas (termasuk penduduk di luar wilayah puskesmas PONED).
·         Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan puskesmas biasa ke puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan transportasi umum setempat, mengingat waktu pertolongan hanya 2 jam untuk kasus perdarahan.
4.      Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia, sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang bidan terlatih GDON dan seorang perawat terlatih PPGDON. Tenaga tersebut bertempat tinggal di sekitar lokasi puskesmas mampu PONED.
5.   Jumlah dan jenis sarana kesehatan yang perlu tersedia sekurang-kurangnya :
a.       Alat dan obat
b.      Ruangan tempat menolong persalinan
Ruangan ini dapat memanfaatkan ruangan yang sehari-hari digunakan oleh pengelola program KIA.
ü  Luas minimal 3 x 3 m
ü  Ventilasi dan penerangan memenuhi syarat
ü  Suasana aseptik bisa dilaksanakan
ü  Tempat tidur minimal dua buah dan dapat dipergunakan untuk   melaksanakan tindakan.
c.       Air bersih tersedia
d.      Kamar mandi/ WC tersedia
6.   Jenis pelayanan yang diberikan dikaitkan dengan sebab kematian ibu yang utama yaitu : perdarahan, eklampsi, infeksi, partus lama, abortus, dan sebab kematian neonatal yang utama yaitu : asfiksia, tetanus neonatorum dan hipotermia.

4.      Penanggung jawab
Penanggung jawab puskesmas mampu PONED adalah dokter.

5.      Dukungan Pihak Terkait
Dalam pengembangan PONED harus melibatkan secara aktif pihak-pihak
terkait, seperti :
ü  Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota
ü  Rumah Sakit Kabupaten/ Kota
ü  Organisasi Profesi : IBI. IDAI, POGI, IDI
ü  Lembaga swadaya masyarakat (LSM)

6.      Distribusi PONED
Untuk satu wilayah kabupaten/ kota minimal ada 4 puskesmas mampu PONED, dengan sebaran yang merata. Jangkauan pelayanan kesehatan diutamakan gawat darurat obstetric neonatal (GDON) di seluruh kabupaten/ kota.

7.      Kebijaksanaan PONED
Pada lokasi yang berbatasan dengan kabupaten/ kota lain, perlu dilakukan kerjasama kedua kabupaten/ kota terebut.

8.      Pelaksanaan PONED
v  Persiapan pelaksanaan
      Dalam tahap ini ditentukan :
ü  Biaya operasional PONED
ü  Lokasi pelayanan emergensi di puskesmas
ü  Pengaturan petugas dalam memberikan pelayanan gawat darurat obstetric neonatal.
ü  Format-format
-     Rujukan
-     Pencatatan dan pelaporan (Kartu Ibu, Partograf, dll)

v  Sosialisasi
Dalam pemasaran social ini yang perlu diketahui oleh masyarakat antara lain adalah jenis pelayanan yang diberikan dan tariff pelayanan. Pemasaran social dapat dlaksanakan antara lain oleh petugas kesehatan dan sector terkait, dari tingkat kecamatan sampai ke desa, a.l dukun/ kader dan satgas GSI melalui berbagai forum yang ada seperti rapat koordinasi tingkat kecamatan/ desa, lokakarya mini dan kelompok pengajian dan lain-lainnya.
v  Alur pelayanan di puskesmas mampu PONED
Setiap kasus emergensi yang datang ke puskesmas mampu PONED harus langsung ditangani, setelah itu baru pengurusan administrasi (pendaftaran, pembayaran alur pasien.
Pelayanan gawat darurat obstetric dan neonatal yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap (protap).

9.      PENCATATAN
Dalam pelaksanaan PONED ini, diperlukan pencatatan yang akurat baik ditingkat Kabupaten/ Kota (RS PONED) maupun di tingkat puskesmas.
Format-format yang digunakan adalah yang sudah baku seperti :
a)      Pencatatan System Informasi manajemen Puskesmas (SP2PT)
b)      KMS ibu hamil/ buku KIA
c)      Register Kohort Ibu dan Bayi
d)     Partograf
e)      Format-format AMP
1)            Tingkat Puskesmas
·         Formulir Rujukan maternal dan Neonatal (Form R)
Formulir ini dipakai oleh puskesmas, bidan di desa maupun bidan swasta, untuk merujuk kasus ibu maupun neonatus.
·         Formulir Otopsi Verbal Maternal dan Neonatal (Form OM dan OP).
Form OM digunakan untuk otopsi verbal ibu hamil/ bersalin/nifas yang meninggal. Sedangkan Form OP digunakan untuk otopsi verbal bayi baru lahir yang meninggal. Untuk mengisi formulir tersebut dilakukan wawancara terhadap keluarga yang meninggal oleh petugas puskesmas.
2)            Tingkat Rumah Sakit
·         Formulir Maternal dan Neonatal (Form MP)
Formulir ini mencatat data dasar semua ibu bersalin/ nifas dan bayi baru lahir yang masuk ke RS. Pengisiannya dapat dilakukan oleh bidan atau perawat.
·         Formulir Medical Audit (Form MA)
Form ini dipakai untuk menulis hasil/ kesimpulan data dari audit maternal dan audit neonatal. Yang mengisi formulir ini adalah dokter yang bertugas di bagian kebidanan dan kandungan (untuk kasus ibu) atau bagian anak (untuk kasus anak neonatal).

10.       PELAPORAN
Pelaporan hasil kegiatan dilakukan secara berjenjang dengan menggunakan format yang terdapat pada buku pedoman AMP, yaitu :
a)      Laporan dari RS Kabupaten/ Kota ke Dinkes Kabupaten/ kota (Form RS)
·         Laporan bulanan ini berisi informasi mengenai kesakitan dan kematian  (serta sebab kematian) ibu dan bayi baru lahir.
·         Laporan dari puskesmas ke Dinkes Kabupaten/ Kota (Form Puskesmas).
·      Laporan bulanan ini berisi informasi yang sama seperti diatas dan jumlah  kasus yang dirujuk ke RS Kabupaten/ Kota.
b)      Laporan dari Dinkes kabupaten/ Kota ke tingkat propinsi/ Dinkes Propinsi. Laporan triwulan ini berisi informasi mengenai kasus ibu dan neonatal yang ditangani oleh RS kabupaten/ Kota dan puskesmas, serta tingkat kematian dari tiap jenis komplikasi/ gangguan.

11.      PEMANTAUAN
         Pemantauan dilakukan oleh institusi yang berada secara fungsional satu tingkat diatasnya secara berjenjang dalam satu kesatuan system.
Hasil pemantauan harus dimanfaatkan oleh unit kesehatan masing-masing dan menjadi dasar untuk melakukan perbaikan serta perencanaan ulang manajemen pelayanan melalui :
·        Pemanfaatan laporan
Laporan yang diterima bermanfaat untuk melakukan penilaian kinerja dan pembinaan
·        Umpan Balik
Hasil analisa laporan dikirimkan sebagai umpan balik dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota ke RS PONEK dan Puskesmas PONED atau disampaikan melalui pertemuan Review Program Kesehatan Ibu dan Anak secara berkala di Kabupaten/ Kota dengan melibatkan ketiga unsur pelayanan kesehatan tersebut diatas. Umpan balik dikirimkan kembali dengan tujuan untuk melakukan tindak lanjut terhadap berbagai masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan PONED/ PONEK.

12.      EVALUASI
Evaluasi pelaksanaan pelayanan PONEK/ PONED dilakukan secara berjenjang dan dilaksanakan pada setiap semester dalam bentuk evaluasi tengah tahun dan akhir tahun. Kegiatan evaluasi dilakuan melalui pertemuan evaluasi Kesehatan Ibu dan Anak.Hasil evaluasi disampaikan melalui Pertemuan Pemantapan Sistem Rujukan kepada pihak yang terkait baik lintas program maupun lintas sektoral dalam untuk dapat dilakukan penyelesaian masalah dan rencana tindak lanjut.
Beberapa aspek yang dievaluasi antara lain :
·     Masukan (input)
o   Tenaga
o   Dana
o   Sarana
o   Obat dan alat
o   Format pencatatan dan pelaporan
o   Prosedur Tetap PONED/ PONEK
o   Jumlah dan kualitas pengelolaan yang telah dilakukan termasuk Case Fatality Rate
·                                                                     Proses
o   Kualitas pelayanan yang diberikan
o   Kemampuan, ketrampilan dan kepatuhan tenaga pelaksana pelayanan terhadap Prosedur Tetap PONED/ PONEK
o   Frekuensi pertemuan Audit maternal Perinatal di Kabupaten/ Kota dalam satu tahun
·        Keluaran (output)
o   Kuantitas
-    Jumlah dan jenis kasus PONED/ PONEK yang dilayani
-   Proporsi kasus terdaftar dan rujukan baru kasus PONED/ PONEK di  tingkat RS Kabupaten/ Kota
o   Kualitas
-    Case Fatality Rate
-    Proporsi jenis morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi

-    

Senin, 02 September 2013

MEWUJUDKAN PUSKESMAS SEBAGAI BLUD ( BADAN LAYANAN UMUM DAERAH )

      


       Pengembangan puskesmas sebagai BLUD ini merupakan jawaban atas tuntutan untuk meningkatkan kualitas pelayanan puskesmas kepada masyarakat. Harus diakui, selama ini banyak pihak mengeluhkan pelayanan di puskesmas kurang lancar, karena permasalahan dana operasional.
       Hal ini terjadi karena Puskesmas harus menyetorkan dahulu pendapatannya ke kas daerah, baru kas daerah mengucurkan dana operasional dan uang jasa setelah melalui proses penganggaran. Kondisi ini memunculkan masalah karena kebutuhan dana operasional di puskesmas adalah harian, sedangkan pencairan anggaran dari kas daerah adalah bulanan. Sehingga, puskesmas sering mengalami kekosangan dana dan layanan menjadi terganggu. Kalaupun ada uang dari pendapatan jasa layanan, puskesmas tidak berani menggunakannya karena harus disetorkan terlebih dahulu ke kas daerah.Padahal, pasien jamkesmas ataupun jamkesda seperti JKBM sekarang ini harus gratis 100 persen. Puskesmas harus mengeluarkan uang terlebih dahulu untuk jasa layanan, jasa sarana dan medis bagi pasien jamkesmas dan jamkesda. Kalau tersedia dana tentu tidak akan menjadi masalah, namun masalah akan timbul ketika anggaran dari kas daerah belum turun dan persediaan sudah tak mencukupi. Puskesmas harus pandai-pandai mengatur keuangannya agar tidak sampai menurunkan kualitas layanannya kepada masyarakat.
       Untuk memperbaiki kondisi tersebut, perubahan status puskesmas menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) merupakan salah satu solusinya. Dengan menjadi BLUD, puskesmas akan lebih leluasa dalam memaksimalkan layanannya kepada masyarakat. Beberapa data yang diminta oleh BPKP untuk bahan kajian antara lain :
1. Peraturan Bupati / Perda tentang Tupoksi Puskesmas/Dinas Kesehatan
2. Pendapatan dan Biaya Puskesmas 3 tahun terakhir 2008 – 2010
3. Struktur organisasi masing-masing Puskesmas
4. Data Pegawai masing-masing puskesmas beserta jabatan dan latar belakang pendidikan
5. Standar Pelayanan Minimal Puskesmas
6. Kinerja masing-masing puskesmas periode 2008 – 2008 beserta pedoman dan tatacara penilaiannya
7. Laporan Keuangan/prognosa laporan keuangan 2008 – 2010
8. SOP setiap unit layanan di masing-masing puskesmas
9. Bagan alir masing-masing layanan di masing-masing puskesmas
10.Bed Occupancy Rate (BOR) tiga tahun terakhir 2008 – 2010
11.Average Lenght of Stay (ALOS) tiga tahun terakhir 2008 – 2010
12.Turn Over Interval (TOI) tiga tahun terakhir 2008 – 2010
13.Bed Turn Over (BTO) tiga tahun terakhir 2008 – 2010
14.Net Death Rate (NDR) tiga tahun terakhir 2008 – 2010
15.Gross Death Rate (GDR) tiga tahun terakhir 2008 – 2010
16.Pola Tata Kelola masing-masing Puskesmas
17.Rencana Strategis Bisnis masing-masing Puskesmas
18.Bagan alir masing-masing layanan di masing-masing puskesmas
19.Ketentuan mengenai tarif layanan masing Puskesmas
       Penerapan Puskesmas sebagai BLUD tersebut merupakan upaya untuk penanganan secara maksimal terhadap pasien. Selama ini pencairan anggaran operasional puskesmas selalu menunggu dari kas daerah, sehingga tidak bisa dengan leluasa dalam melayani pasien termasuk pasien yang memegang kartu jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas) dan jaminan kesehatan daerah (jamkesda).
       Badan Layanan Umum Daerah atau disingkat BLUD adalah SKPD di lingkungan pemerintah daerah di Indonesia yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari BLUD merupakan bagian dari perangkat pemerintah daerah, dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah. Berbeda dengan SKPD pada umumnya, pola pengelolaan keuangan BLUD memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan pengelolaan keuangan daerah pada umumnya. Sebuah satuan kerja atau unit kerja dapat ditingkatkan statusnya sebagai BLUD.
Praktek bisnis yang sehat adalah penyelenggaraan fungsi organisasi berdasarkan kaidah-kaidah manajemen yang baik dalam rangka pemberian layanan yang bermutu dan berkesinambungan. Sedangkan Standar Pelayanan Minimum adalah spesifikasi teknis tentang tolok ukur layanan minimum yang diberikan oleh BLU kepada masyarakat.
Rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian Negara /lembaga /SKPD/ pemerintah daerah.
Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola keuangan dengan PPK-BLU apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis, dan administratif.
Persyaratan substantif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan:
  • Penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum
  • Pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum; dan/atau
  • Pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan/atau pelayanan kepada masyarakat.
Persyaratan teknis terpenuhi apabila:
  • kinerja pelayanan di bidang tugas pokok dan fungsinya layak dikelola dan ditingkatkan pencapaiannya melalui BLU sebagaimana direkomendasikan oleh menteri/pimpinan lembaga/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya; dan
  • kinerja keuangan satuan kerja instansi yang bersangkutan adalah sehat sebagaimana ditunjukkan dalam dokumen usulan penetapan BLU.
Persyaratan administratif terpenuhi apabila instansi pemerintah yang bersangkutan dapat menyajikan seluruh dokumen berikut:
  • pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja pelayanan, keuangan, dan manfaat bagi masyarakat;
  • pola tata kelola;
  • rencana strategis bisnis;
  • laporan keuangan pokok;
  • standar pelayanan minimum; dan
  • laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia untuk diaudit secara independen.
Pejabat pengelola BLU terdiri atas:
  1. Pemimpin ;
  2. Pejabat keuangan; dan
  3. Pejabat teknis.
Pemimpin sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab umum operasional dan keuangan BLU yang berkewajiban:
a. menyiapkan rencana strategis bisnis BLU;
b. menyiapkan RBA tahunan;
c. mengusulkan calon pejabat keuangan dan pejabat teknis sesuai dengan ketentuan yang berlaku; dan
d. menyampaikan pertanggungjawaban kinerja operasional dan keuangan BLU.
Pejabat keuangan BLU sebagaimana dimaksud berfungsi sebagai penanggung jawab keuangan yang berkewajiban :
a. mengkoordinasikan penyusunan RBA;
b. menyiapkan dokumen pelaksanaan anggaran BLU;
c. melakukan pengelolaan pendapatan dan belanja;
d. menyelenggarakan pengelolaan kas;
e. melakukan pengelolaan utang-piutang;
f. menyusun kebijakan pengelolaan barang, aset tetap, dan investasi BLU;
g. menyelenggarakan sistem informasi manajemen keuangan; dan
h. menyelenggarakan akuntansi dan penyusunan laporan keuangan.







Jumat, 09 Agustus 2013

KAMI DARI PUSKESMAS SUNGAI LULUT, SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1434H 2013M  MOHON MAAF LAHIR DAN BATIN


PUSKESMAS SUNGAI LULUT

PUSKESMAS SUNGAI LULUT


      Puskesmas Sungai lulut yang berada di Kelurahan Sungai Lulut , termasuk wilayah dari Kecamatan Sungai Tabuk . Kecamatan Sungai Tabuk mempunyai tiga Puskersmas induk, yaitu Puskesmas Sungai Tabuk , Puskesmas Lok baintan serta Puskesmas Sungai Lulut sendiri. Puskesmas Sungai Lulut  yang dulunya merupakan salah satu Puskesmas Pembantu dari Puskesmas Sungai Tabuk. Sejak pada tahu 2005 resmi dijadikan Puskesmas Induk Sungai Lulut. Letak Kelurahan Sungai Lulut berbatasan langsung dengan wilayah Kotamadya Banjarmasin, jadi dengan sendirinya pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan pada Puskesmas Sungai Lulut meliputi palayanan masyarakat dalam dan luar wilayah. Jarak wilayah Puskesmas Sungai Lulut dari ibu kota Kecamatan sekitar 9 km, dari ibukota kabupaten sekitar 40 km serta jarak dari ibukota Propinsi sekitar 9 km.
Puskesmas Sungai Lulut memiliki batas-batas wilayah dengan daerah lain sebagai berilkut :
a. Sebellah utara          :  berbatasan dengan wil Kotamadya Banjarmasin
b. Sebelah Timur         :  berbatasan dengan desa wil kerja Puskesmas Lok baintan
c. Sebelah Selatan       :  berbatasan dengan desa wil kerja Puskesmas Sungai Tabuk
d.Sebelah Barat           :  berbatasan dengan wilayah kotamadya Banjarmasin.

            Puskesmas Sungai Lulut mempunyai tiga desa wilayah kerja yaitu Kelurahan Sungai lulut, Desa Sungai Tanipah dan Desa Sungai Bakung, yang keadaan geografinya sebagian besar adalah perairan berupa sungai besar dan kecil, sebagian kecil berupa dataran tanah rendah dan rawa-rawa.
Prasarana transportasi yang ada untuk menghubungkan Puskesmas Sungai Lulut ke tiga desa wilayah kerjanya tersebut adalah berupa :
a. Jalan darat   :
    Terdiri atas jalan kecamatan dan jalan desa, sebagian besar jalan tersebut belun ber aspal, denmgan menggunakan alat transportasi roda empat dan roda dua.
b. Jalan sungai :
    Jalan sungai merupakan sarana ternsportasi yang sering digunakan masyarakat selain jalan darat dengan menggunakan alat transportasi kelotok (perahu bermotor) dan jukung (sampan kecil)
Sedangkan jaraak dari Puskesmas Sungai Lulut ke tiga Wilayah kerja Terbut adalah :
1.Kelurahan Suingai lulut         : 0 km
2.Desa Sungai Bakung            :1 km
3.Desa Sungai Tandipah        : 2 km

SELAMAT DATANG DI BLOG PUSKESMAS SUNGAI LULUT


ARTIKEL KONSEP DASAR PUSKESMAS

A. Pengertian
Pusat pengembangan pembinaan dan pelayanan kesehatan dalam pembangunan kesehatan masyarakat.
Unit Pelaksanaan Teknis Dinas (UPTD) kesehatan Kab/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan.

B. Tujuan
Mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas.

C. Visi dan Misi Puskesmas Sungai Lulut
Visi
Terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal dengan didukung pelayanan kesehatan yang memadai dalam rangka menghadapi era globalisasi.
Misi

1. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.
2. Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana.
3. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di puskesmas.
4. Menuju Puskesmas swadaya.
5. Mewujudkan Puskesmas sayang keluarga.

D. Fungsi
1. Pusat pembangunan berwawasan kesehatan.
2. Pusat pemberdayaan keluarga oleh masyarakat.
3. Pusat yayasan kesehatan suami istri.

E. Upaya Puskesmas
1. Upaya kesehatan wajib “BASIC SIX”
  -Upaya promosi kesehatan
  -Upaya kesehatan lingkungan
  -Upaya kesehatan ibu, anak dan KB
  -Upaya perbaikan gizi
  -Upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular
  -Upaya pengobatan dasar
2. Upaya kesehatan pengembangan

Disesuaikan dengan masalah dan kemampuan setempat. Upaya latihan (medis dan kesehatan masyarakat) dan upaya pencatatan pelaporan merupakan kegiatan penunjang setiap upaya wajib atau pengembangan.

3. Azas penyelenggaraan puskesmas
 Azas pertanggung jawaban wilayah
 Azas pemberdayaan masyarakat
     Azas keterpaduan
- Lintas program
- Lintas sektoral
       Asaz rujukan
- Rujukan medis
- Rujukan kesehatan masyarakat